VULNUS

Kamis, 16 Agustus 2012


KEJANG PADA ANAK

Definisi
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Keadaan tersebut adalah keadaan darurat. Kejang dapat bersifat sederhana dan berhenti sendiri atau memerlukan pengobatan. Namun, tidak jarang kejang berlangsung lebih dari 30 menit dan cenderung menjadi status epileptikus.
Status epileptikus sendiri adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran. Peningkatan aktivitas neuron pada saat kejang diduga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
  1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan.
  2. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat (GABA).
  3. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang
Etiologi
Hal pertama yang harus dikuasai saat menghadapi anak kejang adalah memastikan apakah keadaan tersebut adalah kejang atau bukan. Kemudian melakukan identifikasi kemungkinan penyebab kejang Adapaun beberapa penyebab kejang adalah sebagai berikut:
  1. Kejang demam
  2. Infeksi: meningitis, ensefalitis
  3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia,
  4. Hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan
  5. Trauma kepala
  6. Keracunan: alkohol, teofilin
  7. Penghentian obat anti epilepsi
  8. Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik

Patofisiologi
            Patofisiologi kejang pada tingkat seluler berhubungan dengan terjadinya paroxysmal depolarization shift (PDS) yait depolarisasi potensial pasca sinaps yang berlangsung lama (50 ms). paroxysmal depolarization shift merangsang lepas muatan istrik yang berlebihan pada neuron otak dan merangsang sel neuron lain untuk melepaskan muatan listrik secara bersam-sama sehingga timbul hipereksitibilitas neuron otak.
paroxysmal depolarization shift diduga disebabkan oleh kemampuan membran sel melepaskan muatan listrik yang berlebihan, berkurangnya inhibisi oleh neurotransmiter asam gama amino butirat (GABA), atau meningkatnya eksitasi sinaptik neurotrasmiter glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang.
            Pada pasien dengan epilepsi total, terdapat sekolompok sel neuron yang bertindak sebagai pacemarker lepasnya muatan listrik disebut sebagai fokus epileptikus. Sekelompok sel neuron ini akan merangsang sel sekitarnya untuk melepas muatan listriknya. Keadaan ini merupakan transisi fokal interiktal atau gelombang paku iktal pada elektroensefalografi. Menifestasi klinis bergantung pada luasnya sel neuron yang tereksitasi. Pasien epileptikus umum pembentukan gelombang paku  ombak terjadi pada struktur korteks. Terdapat penyebaran cepat proses eksitasi (spike) dan inhibisi (gelombang ombak) pada kedua hemisfer otak mulai jars kortikoretikular dan talamokortikal. Status epilepikus terjadi akibat proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus yang diikuti oleh proses inhibisi yang tidak sempurna.





Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang

Keadaan
Kejang
Menyerupai Kejang
Onset
Lama serangan
Kesadaran
Sianosis
Gerakan ekstremitas
Stereotipik serangan
Lidah tergigit atau luka lain
Gerakan abnormal bola mata
Fleksi pasif ekstremitas
Dapat diprovokasi
Tahanan terhadap gerakan pasif
Bingung pasca serangan
Iktal EEG abnormal
Pasca iktal EEG abnormal
Tiba-tiba
Detik/menit
Sering terganggu
Sering
Sinkron
Selalu
Sering
Selalu
Gerakan tetap ada
Jarang
Jarang
Hampir selalu
Selalu
Selalu
Mungkin gradual
Beberapa menit
Jarang terganggu
Jarang
Asinkron
Jarang
Sangat jarang
Jarang
Gerakan hilang
Hampir selalu
Selalu
Tidak pernah
Hampir tidak pernah
Jarang

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan peneyebab kejang. Untuk itu, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diarahkan pada penyebab kejang seperti yang telah disebutkan di atas. Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan pada penderita dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan darah rutin, mengingat 3 penyebab tersering kejang pada anak kejang demam, infeksi, dan gangguan metabolik dan elektrolit.
Sekedar utnuk diketahui, International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure (ILAE) pada tahun 1981 kengklasifikasi kejang menjadi beberapa klasifikasi yaitu:


I.     Kejang parsial (fokal, lokal)
Kejang berasal dari satu fokus neuron. Sesekali fokus terdapat pada lokasi kerusakan otak sebelumnya.
A. Kejang fokal sederhana (mengenai satu anggota tubuh tertentu saja dan
      kesadaran tidak terganggu)
B. Kejang parsial kompleks (mengenai satu atau lebih anggota tubuh dan
      kesadaran terganggu)
C. Kejang parsial yang menjadi umum (dari complex partial seizures lalu
      berkembang menjadi kejang pada seluruh tubuh dan kesadaran terganggu)
II. Kejang umum
A.    Absens
Hilangnya kesadaran yang berlangsung singkat (30 detik atau kurang) dan gejalanya hampir tidak nyata/jelas. Penderita tidak sampai jatuh ke tanah, biasanya tiba-tiba berhenti bergerak atau berbicara, tatapannya kosong dan tidak memberikan respons terhadap lingkungan sekitarnya. Saat serangan kejang usai, penderita kembali melakukan aktivitas normalnya tanpa mengetahui apa yang telah terjadi dan tidak mengingat episode kejangnya. Kejang jenis ini bukan disebabkan oleh kerusakan organik di otak dan kecerdasan serta perilaku anak tetap normal.  
B.  Mioklonik               
       Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.
C.  Tonik
Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
D.  Klonik
Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
E.  Tonik-klonik
Serangan mayor secara klasik terdiri dari fase tonik (spasme otot Kontinu) yang mungkin diawali dengan teriakan, dan jika berlarut, bisa berlanjut menjadi sianosis: kemusian fase klonik (sentakan) yang dapat berhubungan dengan menggigit lidah dan mulut berbusa: kemudian relaksasi, kehilangan kesadaran, dan periode mengantuk/kebingungan. Anak-anak biasanya tertidur setelah serangan.
F.  Atonik
Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau  jatuh  ke tanah.. Singkat, dan terjadi tanpa peringatan.
III.    Tidak dapat diklasifikasi
Untuk penatalaksanaan kejang pada anak adalah sebagai berikut:
Ø  0 - 5 menit:
1.    Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik
2.    Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen
3.   Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan neurologi secara cepat
4.   Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi
Ø  5 – 10 menit:
1.        Pemasangan akses intarvena
2.        Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit
3.        Pemberian diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal 0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).
4.        Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu – dua kali setelah 5 – 10 menit.
5.        Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.      
Ø  10 – 15 menit
1.      Cenderung menjadi status konvulsivus
2.      Berikan fenitoin 15 – 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%
3.      Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 – 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30 mg/kgbb.
Ø  30 menit
1.      Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg dengan interval 10 – 15 menit.
2.      Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda tanda depresi pernafasan.
3.      Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan intensif.

DAFTAR PUSTAKA KEJANG
  1. Hendarto, S. 2005. Kejang Pada Anak. Yayasan Penerbit IDI Jakarta
  2.  Lumbantobing, S.M. 2005. Kejang Demam. Balai Penerbot FKUI, Jakarta
  3. Soetomenggolo. 2007. Kejang Demam dan Penghentian Kejang. Jakarta
  4. IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan Penerbit IDAI, Jakarta
  5. Pedoman Penatalaksanaan Madik Anak. 1991. RSUP dr. Sardjito PENULIS Srikaton Kantiani, Bagian Ilmu Penyakit Anak, RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Ditulis Oleh : Eti Samriani S.Ked 
Dipublish Oleh : Veni Wulandari S.Ked


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Copas punya orang ni . dasar plagiat

Posting Komentar

Tinggalkan Kritik dan Saran yahh :)