Ada dua jenis radang usus buntu, yakni radang kronis dan akut. Radang kronis bersifat menahun karena gangguannya terjadi dalam waktu lama. Yang mengalami gangguan ini biasanya pasien dengan terapi obat. Lantaran obatnya cocok, sakit di usus buntunya bisa ditahan. Namun, dia lupa bahwa tindakan ini tidak untuk menghilangkan penyebab penyakit infeksi kuman sehingga akan kambuh lagi bila daya tahan tubuhnya melemah.
Sementara radang kronis adalah radang usus buntu yang harus ditangani segera. Pasien mengalami rasa sakit yang luar biasa. Tindakan operasi tidak bisa ditunda karena sifat gangguannya yang sangat kuat. Menunda operasi sama halnya mempercepat perforasi. Kalau pasien menyetujui tindakan operasi maka dia akan mendapat dua pilihan. Open appendectomy atau laparospic. Kalau dengan open, sayatan dilakukan pada kulit di atas appendix (kanan bawah perut) kira-kira 4-5 cm. Kalau ada penyulit, sayatannya bisa diperlebar menjadi 7-8 cm.
Dengan operasi laparospic, sayatannya lebih kecil di bawah pusar kira-kira 10 mm. Dari sini dimasukkan kamera dengan sumber cahaya yang dihubungkan ke layar monitor sehingga dokter bisa melihat isi perut secara keseluruhan. Kemudian pada perut bawah kanan dilubangi 2-3 mm, lalu di daerah dekat atas tulang kemaluan disayat selebar 5 mm.
“Teknik laparospic itu disebut minimal invansif atau minimaly invasive surgery karena tidak ada bekas sayatan. Lubang selebar milimeter akan tertutup oleh bulu kemaluan. Sedangkan yang 10 milimeter ada di dalam pusar. Jadi betul-betul sangat kosmetik,” tuturnya.
Kendati demikian, hasil akhir kedua cara itu sama. Baik laparospic maupun open appendectomy sama-sama mengikat dan memotong usus buntu ketika dilakukan operasi. Sejak saat itu hilanglah bagian dari saluran cerna yang memiliki panjang antara 4 sampai 9 cm itu.
Penderita usus buntu kerap kali terkecoh oleh fluktuasi rasa sakit. Jika rasa nyeri di perut kanan bawah menghilang serta merta diartikan sebagai kesembuhan. Mereka percaya radang usus buntunya sudah lenyap seiring pudarnya rasa sakit. Tak jarang kepercayaan itu begitu melenakan sehingga bukan hal aneh bila mereka terkejut ketika suatu hari peradangan datang lagi. “Kan sudah saya minum obatnya, sakitnya hilang. Kok sekarang sakit lagi,” demikian argumen umum yang kerap dilontarkan kepada dokter.
Mereka belum paham bahwa obat tidak bisa mengakhiri derita usus buntu seratus persen. Tidak ada jalan lain kecuali operasi pengangkatan atau pembuangan usus buntu.
Uniknya, jika terjadi rasa sakit beberapa bulan atau beberapa tahun setelah operasi, pasien masih menganggap radang usus buntunya kambuh. Padahal, setelah usus buntunya diangkat dan dibuang, seseorang tidak akan mengalami peradangan lagi karena usus buntunya sudah tidak ada.
Jadi, sakit di perut kanan bawah setelah operasi bukan indikasi radang usus buntu. Bisa jadi, rasa sakit itu akibat masalah lain. Bagi laki-laki, kemungkinan ia memiliki batu di saluran kencing, sementara bagi perempuan kemungkinan ada peradangan di saluran indung telur.
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Kritik dan Saran yahh :)